Pentingnya menentukan Prioritas




Miniatur wanita ini adalah seorang mahasiswa salah satu perguruan tinggi negeri di Bali. Kampusku adalah kampus yang menerapkan perbandingan 70% : 30% dalam proses perkuliahan, dimana 70 % itu praktek dan 30% adalah teori. Jadi intinya dalam proses perkuliahan lebih banyak prakteknya. Pada semester awal aku kecewa karena merasa menjadi mahasiswa yang kurang kegiatan, kuliah jam 10 pulang jam 1 sisanya berdiam diri di kamar indekos, so pasti karena belum ikut kegiatan dan belum mendapat matakuliah praktikum. Namun hal terbalik terjadi saat naik ke semester yang lebih tinggi.
Pada akhir semester dua aku mulai ikut kepanitiaan di kampus selain untuk pengalaman jujur sertifikat itu penting untuk memenuhi point kegiatan. Memasuki semester 3 kegiatan bertambah dan lebih sering melewatkan waktu di kampus. Setelah kegiatan itu selesai, muncul rasa ketagihan untuk ikut kepanitiaan, karena tidak ikut ormawa di kampus maka aku memutuskan untuk aktif berkegiatan dan menjadi anggota organisasi kemahasiswaan diluar kampus. Memasuki semeter 4 selain kuliah  memutuskan untuk bekerja paruh waktu (freelance) di sebuah apotek yang memberiku kesempatan untuk belajar banyak tentang obat sudah menjadi rutinitas.
            Satu semeter telah aku jalani dengan penuh kesibukan, ketika harus mengatur jadwal di setiap hari jumat. Kenapa Hari jumat?, karena  bekerja paruh waktupun harus mengirim jadwal bekerja setiap minggunya. Tapi untungnya karena berstatus pekerja freelance maka jadwalnya fleksibel alias menyesuaikan dengan perkuliahan dan kegiatan kampus serta organisasi. Saat libur kuliah seperti hari sabtu dan minggu, diri ini memanfaatkannya untuk bekerja. Jadwal yang padat semingguan menyebabkan aku sangat jarang pulang kampung. Beberapa teman kadang bertanya 
“nggak kangen sama orang tua? Kok kuat sih nggak pulang kampung, kalau aku harus dapet pulang kampung setiap minggunya”, 
selalu muncul jawaban diiringi senyum 
“ ia namanya juga kerja, orang tua udah ngerti kok” padahal saat tersenyum aku merasakan homesick yang teramat dalam, tapi rasanya akan lebih sedih saat pulang kampung dan harus meminta uang saku untuk seminggu kedepannya atau uang bensin untuk kembali ke rantauan. Walaupun jarang pulang kampung bukan berarti aku tidak merindukan orang tua dan keluarga, tapi tetap prinsip dalam sebuah hirarki kehidupanku yaitu Keluargalah yang menjadi prioritas.
            Trowback ke masa lalu, sejak kecil aku memang sudah diajarkan untuk mencari uang sendiri, tiga bersaudara ini sudah mulai bekerja paruh waktu sejak berada di kelas 2 SD. Ketika semua teman kami sibuk bermain dipinggir jalan kami harus pergi ke tempat bekerja paruh waktu sepulang sekolah. Walaupun tidak seberapa uang yang dihasilkan tapi banyak pelajaran berharga, salah satunya kami menjadi mengerti seberapa sulitnya mencari uang. Terlahir di keluarga yang sederhana tak membuat kami patah semangat, sejak kecil tiga bersaudara ini selalu bermimpi untuk menempuh pendidikan setinggi mungkin, sebuah pertanyaan dari ayah yang selalu memotivasi kami yaitu “harta apa jika kita bagi tidak akan berkurang tapi malah akan selalu bertambah?”  kami bingung untuk menjawab kemudian beliau berkata “jawabannya adalah ilmu pengetahuan”, memang tak ada harta atau kekayaan yang bisa orang tua kami berikan tetapi mereka telah berinvestasi ilmu pengetahuan kepada ketiga anaknya dengan menyekolahkan dan membiaya kuliah kami.

“Ilmu Pengetahuan adalah pintu menuju kehidupan yang lebih baik”

Hanya satu sesungguhnya yang bernama musuh, tak lain hanya kebodoham saja;tidak ada yang menyamai pengaruh kebodohan itu, sebab orang yang dicengkram dalam kebodohan itu, niscaya, ia akan melakukan perbuatan yang buruk”; Sarasamuccaya 399

Ni Komang Pebriyanti

Komentar

Postingan Populer