Puasa Kehidupan




Jalan setapak sedia diukiri jejak langkah dari setiap makhluk, tapi kadang kala tidak mampu mengingatkan sang jejak akan tuannya. Semua manusia hadir di dunia dengan keinginnya akan kehidupan versi terbaik dari dirinya sendiri, tapi kadang kala lupa untuk menatap manusia lainnya. Angan manusia yang tumbuh dengan alami cenderung menciptakan versi terbaik dirinya sebagai makhluk yang lebih baik atau bahkan sempurna bagi manusia lainnya. Akankah kriteria kata “lebih baik atau bahkan sempurna” bertahan hingga waktu yang cukup lama?. Bertumbuh akan membuat pikiran manusia menjadi berubah, entah menjadi pikiran yang condong ke kanan atau ke kiri. Sejak kecil manusia sudah dicekoki untuk menggunakan tangan kanan saat melakukan perkerjaan terhormat sedangkan tangan kiri selalu digunakan sebaliknya. Sehingga tradisi sang tangan Kanan itu kata orang perlambang kebaikan sedangkan kiri katanya condong ke arah yang buruk. Sederhana bukan, ketika manusia memahami makna itu. Bahwa sejatinya dalam diri manusia justifikasi pada anggota tubuhpun sudah lama tertanam.
Justifikasi adalah pembenaran sekaligus merupakan alasan, pertimbangan, bukti atau fakta yang membuat tindakan atau keputusan yang diambil menjadi wajar atau benar. Membuat keputusan untuk diri sendiri saja manusia sulit menentukan kebenaran, kemudian bagaimana jika manusia itu mempunyai tanggung jawab atas kehidupan raga lain. Mana yang harus didahulukan raga sendiri atau raga lainnya?. Setiap manusia mempunyai rasa cinta atas diri sendiri, cinta pertemanan dan cinta kemanusiaan. Ketika manusia mendahulukan cinta kepada diri sendiri kadang orang lain menganggapnya egois. Memang cinta kepada diri sendiri yang berlebih akan sangat mungkin menjadi ego, namun jika cinta dalam diri manusia dipadukan secara selaras maka niscaya akan menciptakan versi terbaik dari kehidupan. Sama halnya dengan raga yang dititipkan dasi untuk menentukan kebijakan. Ketika kesulitan mendera rakyatnya apa keputusan yang diambil hanya sebagai wujud cintanya pada diri sendiri atau pada seluruh raga yang iya genggam?. Tentu keputusan yang diambil harus menyelaraskan segala cinta yang dimiliki, karena dia juga rakyat dan pemerintah bagi dirinya sendiri.
Justifikasi  yang dibuat manusia kadang kala hanya mencari pembenaran akan tindakan/keputusannya sendiri atau sekelompok manusia tanpa melihat kearah lain. Dalam menjalani kehidupan seorang manusia tidak sepantasnya hanya memikirkan hidupnya seorang. Cukup kuat alasannya untuk menjadi versi terbaik hidup, tapi apakah untuk menjadi seperti itu kita hanya harus memfokuskan kacamata satu arah?. Tidak sepenuhnya benar untuk mengarahkan kacamata hanya pada satu arah sementara manusia tahu ada insan yang terluka akibat arah kacamata itu yang terlalu kaku. Insan itu seperti merintih menahan luka karena dia bukan arah yang sekalipun ditatap berharga.
Ini bukan perkara versi terbaik yang salah tapi sebuah sifat peduli dalam diam yang terlanjur diberikan pembenaran untuk tidak memberikan tatapan peduli. Pembenaran tersebutlah yang  saya sebut Puasa Kehidupan. Jika kalian memang perduli maka lakukan yang terbaik dari versi kehidupan kalian untuk perduli pada apa yang kita anggap perlu untuk diperdulikan. Ketika mereka memang butuh keperdulian kita, maka berlipatlah kebahagiaan yang diperoleh. Namun apabila keadaanya terbalik, maka bersyukurlah kalian telah melakukan yang terbaik atas cinta kemanusiaan  yang kita miliki. 
So COVID-19 mengajarkan kita untuk memulai kepeduli dari orang terdekat. 
Ketika kita dihadapi pada keadaan yang sulit, maka hanya ada kemurahan hati yang memudahkan. -me2020

Komentar

Postingan Populer